![]() |
Malut United resmi memperpanjang kerja sama dengan Chechu Meneses untuk dua musim ke depan. Bek asal Spanyol tersebut akan tetap memperkuat Laskar Kie Raha hingga akhir musim 2026-2027.(DaunNews) |
Skandal Etik Malut United: Imran Nahumarury & Yeyen Tumena Diduga Terlibat Praktik “Uang Panas” di Sepak Bola Nasional
Jakarta, 25 Juni 2025 — Dunia sepak bola Indonesia kembali diterpa badai kontroversi. Dua nama besar yang selama ini dikenal luas karena prestasi dan dedikasinya pada olahraga nasional, Imran Nahumarury dan Yeyen Tumena, kini tengah terseret dalam dugaan pelanggaran etik serius di klub Malut United.
Pemecatan keduanya bukan sekadar pergantian staf teknis, tetapi telah membuka kembali tabir gelap yang selama ini tertutup rapat—praktik “uang panas” dalam proses transfer pemain, sebuah ironi dalam dunia olahraga yang menjunjung tinggi sportivitas.
Kasus ini pun memicu diskusi luas tentang integritas dan moralitas dalam pengelolaan klub, serta tuntutan pada PSSI untuk bertindak cepat dan tegas demi menyelamatkan citra sepak bola nasional.
Riak Besar di Tengah Ketenangan Sepak Bola Nasional
Ketika kabar pemecatan Imran dan Yeyen pertama kali mencuat, banyak yang menduga hanya terjadi perbedaan pandangan atau hasil buruk tim. Namun manajemen Malut United segera merilis pernyataan bahwa tindakan ini dilakukan karena pelanggaran etik yang serius, diduga berkaitan dengan praktik gratifikasi tak resmi dalam proses rekrutmen pemain.
🎯 Admintoto hadir dengan sistem permainan adil, bonus referral hingga 20%, dan dukungan 24 jam. Daftar sekarang dan nikmati pengalaman bermain paling menyenangkan!
Apa Itu “Uang Panas” dalam Sepak Bola?
Istilah “uang panas” mengacu pada pemberian fee atau gratifikasi di luar sistem resmi, biasanya terjadi saat pelatih, direktur teknik, atau pejabat klub mendapatkan uang dari proses negosiasi pemain yang semestinya menjadi urusan agen resmi.
Fenomena ini telah lama menjadi isu bawah tanah di kompetisi Liga 1 hingga Liga 4, tetapi nyaris tak pernah diangkat ke permukaan.
Menurut Akmal Marhali, pengamat sepak bola nasional sekaligus Koordinator Save Our Soccer (SOS), praktik seperti ini sudah menjadi pola sistemik, bukan sekadar insiden tunggal.
“Ini hampir terjadi di semua kompetisi, baik itu Liga 1, Liga 2, Liga 3 sampai Liga 4,” jelasnya dalam wawancara dengan Kompas.com.
Gratifikasi vs Fee Agen: Garis Tipis yang Melanggar Etika
Perlu dibedakan antara fee agen resmi yang diatur FIFA dengan gratifikasi terselubung yang dilakukan oleh pejabat klub atau pelatih.
Agen berlisensi FIFA memiliki peran sah dalam memperantarai kontrak pemain dan klub, dan mendapatkan fee sesuai regulasi. Namun jika seorang pelatih atau staf manajemen menerima uang dari proses rekrutmen yang tidak terkait langsung dengan kontraknya, maka itu masuk kategori pelanggaran etik dan moralitas.
💡 “Kalau ingin mendapatkan fee dari kontrak pemain, ya harusnya jadi agen saja,” tegas Akmal.
Bahaya Rangkap Jabatan dan Konflik Kepentingan
Akmal juga mengingatkan bahwa dalam Statuta FIFA, dilarang keras bagi personel aktif seperti pelatih atau manajemen klub merangkap sebagai agen atau pihak perantara.
Larangan ini bertujuan menghindari konflik kepentingan yang bisa merusak kepercayaan antar pemain, agen, dan klub, serta menciptakan peluang terjadinya manipulasi dalam proses perekrutan.
🏁 Mainkan dan menangkan hadiah langsung setiap minggu hanya di Redmitoto! Promo menarik menanti Anda. Daftar sekarang juga!
Malut United: Bukti Sudah Lengkap
Manajemen Malut United menyatakan bahwa mereka telah mengantongi bukti-bukti lengkap yang mendukung dugaan pelanggaran tersebut. Meski belum merilis rinciannya ke publik, pernyataan ini memberi sinyal bahwa kasusnya akan dibawa lebih lanjut ke ranah hukum atau setidaknya ke Komite Disiplin PSSI.
Langkah ini juga menunjukkan komitmen klub untuk menjaga integritas dan transparansi di tubuh manajemen, meskipun harus mengorbankan dua figur yang selama ini dianggap memiliki reputasi baik.
Menanti Aksi Nyata dari PSSI
Kini, sorotan tajam mengarah pada PSSI sebagai badan tertinggi sepak bola Indonesia. Publik menuntut tindakan konkret, bukan hanya imbauan moral atau pembentukan tim etik yang tidak punya kekuatan hukum mengikat.
Beberapa langkah yang diharapkan masyarakat antara lain:
-
Penyusunan regulasi etik yang rinci untuk personel klub
-
Transparansi proses transfer dan kontrak pemain
-
Sanksi tegas terhadap individu yang terbukti melakukan praktik tidak etis
-
Audit independen terhadap sistem rekrutmen klub-klub di Liga 1 dan 2
Dampak Sistemik: Ekosistem Sepak Bola Terancam
Praktik seperti ini bukan hanya merusak satu atau dua klub. Menurut Akmal, jika terus dibiarkan, praktik uang gelap dalam proses transfer bisa menciptakan “mafia sepak bola” yang sulit diberantas.
Dalam jangka panjang, ini akan menghancurkan:
-
Kepercayaan pemain muda
-
Kemurnian kompetisi
-
Transparansi keuangan klub
-
Citra sepak bola Indonesia di mata dunia
💸 Dapatkan bonus deposit hingga 100% untuk member baru hanya di Dauntogel! Bergabunglah dan rasakan pengalaman bermain aman dan profesional.
Dunia Maya Bereaksi: Dukung Bersih-Bersih Sepak Bola
Di media sosial, kasus ini menjadi topik hangat. Tagar seperti #BersihkanSepakBola dan #StopMafiaBola ramai digunakan oleh netizen untuk mengekspresikan kekecewaan mereka.
Mayoritas komentar menunjukkan dukungan pada manajemen Malut United dan dorongan pada PSSI agar:
-
Segera ambil tindakan
-
Buka data klub-klub lain yang diduga melakukan hal serupa
-
Libatkan KPK atau lembaga hukum lain jika diperlukan
Apa Selanjutnya?
Jika PSSI gagal menanggapi kasus ini secara serius, maka peluang reformasi di tubuh sepak bola Indonesia bisa terancam gagal. Lebih dari itu, talenta muda yang memiliki mimpi besar akan merasa kecewa dan terasing dari sistem yang kotor.
Kasus Malut United harus dijadikan momen kebangkitan untuk menata kembali sistem rekrutmen, kontrak, dan manajemen sumber daya manusia dalam sepak bola nasional.
Penutup: Membangun Profesionalisme dari Krisis
Pemecatan Imran Nahumarury dan Yeyen Tumena menjadi momentum penting untuk membuka mata publik bahwa etika dan moralitas tidak bisa dinegosiasikan dalam olahraga.
Kini adalah waktu yang tepat untuk PSSI dan semua pemangku kepentingan sepak bola Indonesia bersatu membenahi sistem dari dalam, menjadikan kompetisi lebih bersih, transparan, dan adil bagi seluruh pemain, pelatih, dan manajemen.
Daun News — Menyajikan Fakta, Mengupas Realita.
Ditulis oleh Tim Redaksi
© 2025 DaunNews - Menyajikan Fakta, Bukan Sekadar Berita
Kunjungi juga: Daungroup Indonesia
0 Komentar